Durian Merah - Buah durian berwarna kuning
memang sudah biasa. Tetapi ada durian merah atau yang disebut durian Siwayut di
Desa Kemiren, Kecamatan Glagah. Durian jenis ini juga ada di Kecamatan Songgon.
Apa istimewanya?
Ada sebuah gang yang bernama Duren Abang
di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Banyuwangi. Nama gang itu memang unik,
karena asal nama gang itu berasal dari duren abang (durian merah). Di ujung
gang itu terdapat rumah Serad, 70, si pemilik pohon durian langka yang biasa
disebut durian siwayut itu.
Menurut Serad, asal kata siwayut
tersebut berasal dari zaman nenek moyangnya. Dalam bahasa Using, siwayut artinya adalah warisan
buyut atau warisan nenek moyang. Sedangkan warga sekitar menyebut, asal usul
nama gang tersebut berasal dari sebuah pohon durian yang menghasilkan buah
durian merah. Pohon itu hingga sekarang masih berada di pekarangan belakang
rumah Serad.
Diameter pohon durian merah itu
berukuran besar. Ukurannya hampir sama dengan pelukan tiga orang dewasa ini.
Tinggi pohon itu sekitar 50 meter. Berdasarkan cerita warga sekitar, pohon ini
merupakan wit babon (pohon induk) dari pohon-pohon durian merah yang ada di
Banyuwangi.
Menurut Serad, usia pohon ini sudah
mencapai sekitar 310 tahun. Kapan awal
kehidupannya, Serad mengaku tidak tahu menahu. Yang jelas, pohon itu telah ada
sejak dia lahir. Bahkan, sudah ada sejak masa neneknya masih kecil. “Pohon itu
warisan turun temurun. Sehingga saya dan keturunan kami tidak boleh menebangnya,”
ujarnya.
Serad mengatakan, pohon itu merupakan
pohon induk dari pohon-pohon durian merah yang sekarang ini banyak terdapat di
Banyuwangi. Perbedaannya terlihat pada warna dan rasa buahnya. Buah durian
merah yang dihasilkan oleh pohon induk tersebut, warnanya merah tua, sementara
dari pohon anakan, yaitu pohon hasil peranakan pohon induk tersebut, warna
daging buahnya adalah merah muda. Rasanya pun berbeda.
Serad mengatakan, rasa durian siwayut
dari pohon induk lebih legit dan lebih kental. Rasanya seperti durian bercampur
susu. Sementara rasa durian siwayut dari pohon anakan tidak selegit yang asli.
“Kandungan alkoholnya pun berbeda. Durian dari pohon induk, kadar alkoholnya
lebih terasa,” tutur bapak dua anak tersebut.
Meski begitu, ternyata durian siwayut
memiliki banyak manfaat. Hal ini berdasarkan pengakuan Serad sendiri serta
beberapa warga yang memang pernah merasakan khasiat durian ini. “Khasiat utamanya bisa menambah vitalitas kaum lelaki,” ujar Maksum, salah
seorang tetangga.
Serad mengatakan, karena masih terbatas
keberadaannya, durian yang satu ini selalu menjadi rebutan. Tidak hanya
masyarakat Banyuwangi, masyarakat dari luar kota pun sering berkunjung ke
rumahnya dengan tujuan untuk memesan durian tersebut. Bahkan, ada pelanggan
tetapnya yang berasal dari Kalimantan, yang secara rutin menyambangi rumahnya
setiap tahun untuk merasakan durian siwayut tersebut.
Gara-gara duren siwayut miliknya, Serad
juga sampai mendapat kunjungan oleh Imam Utomo, yang saat itu menjabat sebagai
Gubernur Jawa Timur. Tidak hanya itu, pengalaman menarik juga muncul karena
durian tersebut. Karena penasaran dengan rasa dan penampilan durian siwayut
ini, istri Purnomo Sidiq, mantan Bupati Banyuwangi, sampai menunggui dengan
sabar proses jatuhnya durian tersebut dari pohonnya. Namun, meski sudah
ditunggu, buah durian tersebut tidak jatuh-jatuh. Sehingga membuat istri
Purnomo tertidur di gazebo yang memang disediakan Serad di dekat pohon
duriannya. “Padahal menunggunya dari pagi hingga sore, namun tidak ada satu pun
buah yang jatuh,” ujar suami Saudah ini.
Serad mengatakan, sekali berbuah, pohon
induk siwayut bisa menghasilkan sekitar 300 buah. Hanya, waktu berbuahnya tidak
menentu. Tidak seperti pohon durian yang lain, pohon durian ini justru memiliki
jadwal yang tidak tetap. Tapi bisa dipastikan, pohon ini hanya bisa berbuah
satu kali dalam setahun. Uniknya, buah durian siwayut ini berukuran sedang, dan
cenderung seragam. “Buahnya tidak pernah lebih besar dari ukuran normalnya,”
tuturnya.
Perbedaan durian yang satu ini dengan
durian lain, adalah dari baunya. Karena baunya sangat kuat, sehingga bisa
bertahan hingga beberapa hari meski duriannya sudah dipindahkan.
Meski dibilang langka, Serad mengaku
tidak pernah mematok harga khusus untuk duren miliknya ini. Memang, selama ini
duren serupa dijual seharga Rp 50 ribu. Namun, dia tidak mengaku tergiur dengan
harga mahal tersebut. Saat ada orang yang membeli duriannya, dia rela dibayar
sesuai dengan kemampuan si pembeli. Makanya, dia juga pernah hanya dibayar Rp
10 ribu untuk satu buah durian langka tersebut. Alasannya sangat sederhana,
karena dengan harga murah, siapa pun bisa menikmati durian tersebut, dan tidak
hanya kaum berduit. “Mosok bongso lan warga isun dewek heng
biso mangan duren asli daerah kene? (Masak bangsa dan warga Kemiren sendiri
malah tidak bisa menikmati durian asli daerah mereka sendiri?),” ujarnya.
Karena waktu berbuahnya yang tidak
menentu, banyak orang yang ingin memesan terlebih dahulu dengan memberi uang
muka, bahkan sebelum pohon tersebut berbuah. Namun Serad tidak pernah
menyetujuinya. Karena berdasarkan pengalamannya, saat ada orang yang sudah
memesan dan membayar uang muka terlebih dahulu, maka buahnya justru tidak mau
jatuh dari pohon. Hal itu sudah terbukti beberapa kali. Sehingga, apabila ada orang
yang memesan, dia akan menolaknya, dan menganjurkan orang tersebut datang ke
rumahnya saat duren siwayut miliknya sudah mulai panen. “Kalau berjodoh, pasti akan bisa menikmati duren merah tersebut,”
tandasnya.(bay)(Radar Banyuwangi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar